Selamat Datang

Selamat datang di blog KJF Distanhutbun

Senin, 03 Oktober 2011

FAKTOR PEMICU DEGRADASI TANAH DAN AIR




SUTISNA SANJAYA, SST
PENYULUH KEHUTANAN PERTAMA

Pada dasarnya tanah keritis adalah tanah-tanah yang dalam proses kemunduran kesuburan dana produktifitasnya telah mencapai suatu keadaan yang gawat (keritis), sehingga sukar direhabilitasi atau yang sangat membahayakan lingkungan hidup daerah jangkauan pengaruhnya. (Warsopranoto, 1968).
Hal ini diakibatkan oleh hubungan interaksi antara manusia dan lingkungan hidupnya, khususnya kemampuan wilayah (land capability). Berhubungan dengan ini biasanya proses kemunduran tanah ditentukan oleh unsur-unsur manusia dan unsur-unsur kemampuan wilayah, walaupun dalam hal-hal tertentu dapat pula terjadi karena bencana alam



Unsur-unsur manusia yang menentukan ialah :
· Kebutuhan manusia akan sumber-sumber untuk kehidupannya baik materil (pangan, sandang, papan) maupun siritul (kebudayaan).
· Tingkat pengetahuan dan teknologi mengenai pemanfaatan dan pengendalian lingkungan hidup, terutama penggunaan tanah.
· Nafsu untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya yang dapat menyebabkanpenambangan tanah (rootbouw).
· Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi.
Sementara unsur-unsur kemampuan wilayah ditentukan oleh :
1. Sifat tanah yang permanen yang meliputi morfologi tanah dan angka-angka analisis tanah, pH, tekstur, bahan organik, P₂O₅ (HCL), K₂O dan susunan menurut fraksi pasir dan cadangan mineral.
2. Keadaan sekeliling yang meliputi bentuk wilayah, erosi, batu, kerikil dan sebagainya.
Walaupun hubungan antar unsur-unsur manusia dan kemampuan wilayah ini dapat mengakibatkan macam-macam penggunaan tanah yang menjurus kepada terjadinya tanah-tanah keritis. Tapi pada umumnya yang dianggap sebagai penyebab utama terjadinya tanah-tanah keritis adalah :
· Perladangan (shifting cultivation)
· Penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan kemampuan wilayah pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu
· Tekanan kepadatan penduduk
· Bencana alam
Secara alamiah, alam tropika memang dikenal sangat kaya, namun sekaligus juga rentan terhadap keruksakan. Implikasi pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara cermat dan terkendali, hal ini perlu dilakukan karena sering terjadinya fenomena bencana alam baik dimusim kemarau maupun dimusim hujan, tatkala musim kemarau datang masyarakat diberbagai wilayah harus berjuang melawan bencana kekeringan yang berdampak pada kelangkaan pangan, kebakaran hutan dan gangguan asap akibat kebakaran hutan.
Selanjutnya ketika musim hujan datang babak baru bencana muncul yang diakibatkan oleh tanah longsor, banjir, dan bahkan persediaan pangan tidak akibat gagal panen belum lagi timbulnya berbagai penyakit.
Selama ini bukan tidak ada perhatian terhadap hal itu, sebagaimana kita ketahui dalam kurun waktu delapan tahun terakhir dilaksanakan kegiatan berupa gerakan rehabilitasi lahan baik berupa GNRHL maupun GRLK yang ditujukan untuk perbaikan hutan dan lahan yang dianggap keritis. Namun hal itu belumlah cukup, karena dalam melakukan kegiatan tersebut tidak bisa dilakukan secara parsial tetapi harus dilakukan oleh semua pihak secara holistik dari hulu sampai ke hilir dengan melibatkan semua komponen masyarakat dan institusi yang ada.
Hal ini untuk menghindari konplik kepentingan baik antara lembaga pemerintah maupun anatara lembaga pemerintah dengan masyarakat, karena dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam harus ada kesamaan persepsi terhadap fungsi dan keberadaan sumberdaya alam itu.
Dari apa yang diuraikan di atas, jelas bahwa untuk mengurangi atau bahkan menghentikan terjadinya degradasi tanah dan air. Formulasi pengelolaan yang komprehensip baik konsep maupun oprasional yang benar-benar terpadu mendesak untuk dilakukan sehingga sumberdaya alam yang bermanfaat bagi umat manusia bisa benar-benar diwujudkan dan dinikmati secara terus menerus.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar